RIAU, PEKANBARU - Bank Riau Kepri (BRK) menggelar workshop di Batam yang bertajuk Penerbitan Obligasi PT. Bank Riau Kepri, Jumat (24/2/17). Seminar ini menghadirkan 3 pembicara yaitu Wakil Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau Asri Agung Putra, SH, MH, Kepala Badan Penagawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau Dikdik Sadikin dan akademisi dan praktisi bidang pasar modal Prof. Dr. Adler Haymans Manurung.
Pola keterbukaan yang dilakukan BRK dan mengajak keterlibatan semua komponen stakeholder Bank Riau Kepri dalam program-program BRK seperti rencana penerbitan obligasi, mendapat pujian dan apresiasi dari Wakajati Kepulauan Riau Asri Agung Putra, SH, MH dan Kepala BPKP Riau Dikdik Sadikin. Wakajati Kepri menyatakan, yang dilakukan BRK dengan mengajak dari sejak awal para pihak yang terkait tahu dan memahami rencana rencana besar BRK, maka tentunya akan mendapat dukungan penuh dari semua pihak.
Begitu juga pernyataan dari Kepala BPKP Riau Dikdik Sadikin, yang juga memberikan apreasiasi bahwa BRK layak diberikan apresiasi atas keterbukaan dan mengajak para pihak untuk memajukan BRK dan menurut Dikdik, pihak BPKP Riau yang selalu diminta oleh BRK mengawal program -program tersebut, maka BPKP Riau akan selalu siap ikut mengawal BRK yang menjadi kebanggaan masyarakat Riau dan Kepulauan Riau, ujar Dikdik Sadikin.
Turut hadir dalam acara ini mitra kerja dari Bank Riau Kepri yaitu anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau yaitu Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Manahara Manurung, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Riau Aherson, S.Sos, M.Si beserta Wakil Ketua Komisi C DPRD Provinsi Riau H. Musyaffak Asikin dan sejumlah Anggota Komisi C DPRD Provinsi Riau seperti Husaini Hamidi, SE, MH, Rosfian, MM, H. Husni Thamrin, SH, M.Si, Soniwati, Hj. Supriati, S.Sos dan Hj. Yulianti, SH, MH. Sedangkan dari BRK hadir Komisaris Utama HR. Mambang Mit, Direktur Operasional Denny M Akbar, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko Eka Afriadi, Pemimpin Cabang Batam Antoni Sujarwo dan seluruh Pemimpin Divisi BRK. Seluruh tamu undangan workshop tampak antusias mengikuti pemaparan seluruh pembicara sampai selesai.
Sebelumnya BRK juga telah menggelar workshop yang sama di Pekanbaru untuk wilayah daratan pada akhir bulan Juni tahun lalu. Dalam workshop ini di paparkan peranan obligasi dalam mengembangkan perbankan, dimana obligasi dianggap mampu memberikan penguatan pembiayaan jangka panjang dan meningkatkan daya saing. Sudah saatnya BRK tidak bergantung lagi kepada APBD pemerintah daerah, karena saat ini kondisi APBD pemerintah daerah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dirut BRK DR. Irvandi Gustari dalam kata sambutannya menyampaikan di tahun 2017 ini BRK akan melakukan tiga hal besar yaitu Spin Off Syariah, penerbitan obligasi dan penambahan modal oleh pemegang saham. Dalam Struktur pendanaan di industri keuangan, tentunya harus dicari suatu titik keseimbangan sumber pendanaan dalam mendukung pembiayaan jangka panjang. Tidaklah ideal bilamana untuk pembiayaan jangka panjang, sumber pendanaannya adalah berasal dari dana jangka pendek. Contohnya untuk kredit jangka menengah yang jangka waktu pijamannya 3- 5 tahun saja, tidaklah ideal bila hanya didukung sumber pendanaan dari Dana Pihak Ketiga yang jangka pendek seperti Giro dan Deposito.
Obligasi adalah salah satu bentuk solusi untuk mendukung pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang. Bagi dunia perbankan , penerbitan obligasi adalah suatu bentuk kelaziman yang dilakukan dalam membentuk titik keseimbangan ideal dalam struktur pendanaannya dalam kaitan mendukung pembiayaan-pembiayaan jangka menengah dan panjang tersebut.
Penerbitan obligasi tidak ada kaitannya dengan adanya isu kesulitan likuiditas. Seperti yang kami dijelaskan diawal, contoh nya pada Bank Riau Kepri, Obligasi yang pernah dimiliki hanya sebesar Rp 500 miliar, bandingkan dengan Dana Pihak Ketiga sebesar Rp 16 Trilliun. Tidak sampai 1 %. Justru obligasi adalah peluang bisnis, memanfaatkan fasilitas sumber pendanaan jangka panjang.
Dalam paparannya Prof. Dr. Adler Haymans Manurung menyampaikan hasil kajian yang pernah dilakukannya berdasarkan laporan keuangan BRK tahun 2015 sepatutnya BRK telah memenuhi syarat untuk menerbitkan obligasi sebasar 5 triliun walapun setelah di konfirmasi kepada Irvandi, untuk tahap awal akan menerbitkan lagi sebesar 1,5 triliun mengingat rating BRK adalah “A”.
Lebih lanjut dikatakan Adler, perekonomian Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau tumbuh lebih 5% per tahunnya dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan perekonomian tersebut membutuhkan pendanaan yang diperoleh dari Bank lokal di kedua Provisnsi tersebut yaitu Bank Riau Kepri dan bank lain yang membuka cabang di kedua provinsi tersebut.
Berdasarkan data Bank Indonesia tentang Riau, bahwa kredit pada tahun 2010 sebesar Rp. 42.380 Milyar dan mengalami kenaikan menjadi Rp. 85.963 Milyar pada tahun 2015. Artinya ada pertumbuhan kredit sebesar Rp. 15,19% per tahun selam periode tersebut.
DPK yang dapat dikumpulkan oleh bank-bank di Riau sebesar Rp. 36.866 Milyar pada tahun 2010 dan meningkat menjadi Rp. 62.830 Milyar pada tahun 2015. Artinya, ada pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 11,25% per tahunnya. Data tersebut memperlihatkan bahwa angka kredit lebih tinggi dari DPK yang dimiliki perbankan baik di tahun 2010 maupun pada tahun 2015. Bila dilihat dari pertumbuhannya, maka pertumbuhan kredit lebih tinggi dari pertumbuhan dana pihak ketiga.
Atas hasil ini, maka perbankan harus mendapatkan sumber lain yaitu obligasi dan sebagainya. Bila dilihat dari paper tentang usulan penerbitan obligasi dinyatakan juga bahwa Bank Riau Kepri harus menerbitkan obligasi untuk mendapatkan dana pembiayaan yang akan disalurkan kepada konsumen. Oleh karena itu, selayaknya bank-bank di Riau melakukan tindakan agar bisa beroperasi lebih baik dan bisa mendukung perekonomian Riau dan pendanaan tersebut harus tida dengan DPK lagi.
Menurut Adler, BRK bisa menerbitkan obligasi lagi dengan nilai yang lebih tinggi untuk pendanaan di masa mendatang. Pengalaman bank-bank sejenis juga melakukan hal yang sama seperti Bank Jatim, Bank Sumut, Bank Jabar dan Bank Jateng. Sebagai contoh yang menarik, pegadaian sudah melebihi 10 kali menerbitkan obligasi dan obligasi berikutnya selalu lebih besar dari obligasi sebelumnya agar bisa membiayai bisnis pegadaian.
Jadi, menurut Adler untuk menghitung tingkat keuntungan dari obligasi tidak bisa dihitung berdasarkan dana hasil obligasi disalurkan head to head kepada salah satu jenis pembiayaan, dan juga menurut Adler obligasi merupakan salah satu bagian pendanaan dari BRK secara menyeluruh dan tidak bisa dihitung sebagai dasar cost of fund tersendiri melainkan untuk menghitung cost of fund tersebut biaya kupon obligasi itu harus digabungkan (Blanded) dengan biaya dana dari deposito, giro dan tabungan.(csc02)